Home » » Asal-Usul TRINITAS dan ARTINYA

Asal-Usul TRINITAS dan ARTINYA

Trinitas berarti kesatuan dari tiga. Trinitas dalam Kristen adalah Tiga Tuhan yakni Tuhan Allah, Tuhan Yesus dan Tuhan Roh Kudus dan ketiganya adalah satu. Dogma ini berasal dari paham Platonis yang diajarkan oleh Plato (?-347 SM), dan dianut para pemimpin Gereja sejak abad II (Tony lane 1984).

Edward Gibbon dalam bukunya The Decline and fall of the Roman Empire, hal 388, mengatakan: Plato menganggap keilahian alami terdiri dari atas tiga bagian: Penyebab awal, Firman (Logos), dan Roh alam semesta….Sistem Platonis sebagai tiga Tuhan, bersatu antara satu dengan lainnya melalui kehidupan yang baka dan misterius; dan Firman (Logos) secara khusus dianggap yang paling tepat sebagai Anak Bapak yang baka dan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta.

Ajaran tiga Tuhan dalam satu ini bukan hanya dianut masyarakat Yunani dan Romawi, tetapi juga mereka yang mendiami wilayah Asia Barat, Tengah, Afrika Utara dan pengaruhnya menjalar ke beberapa kawasan lainnya di dunia. Watch Tower and Bible Tract Society of Pennsylvania, 1984, menjelaskan: Dunia di zaman purbakala, sejak masa kerajaan Babilonia, sudah terbiasa menyembah berhala, tiga Tuhan dalam satu. Kebiasaan ini juga banyak ditemukan di Mesir, Yunani dan Romawi, baik sebelum, selama maupun sesudah Yesus. Setelah kematian murid-murid Yesus, kepercayaan penyembah berhala ini kemudian merasuk ke dalam agama Kristen.

1. Athanasian Creed (abad VI) mendefinisikan Trinitas sebagai: “The Father is God, the Son is God, and the Holy Ghost is God. And yet there Gods but one God”. (Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan melainkan satu Tuhan).

2. The Orthodox Christianity kemudian mendefinisikan lagi Trinitas sebagai: “The Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God, and toqether, not exclusively, the form one God”. (Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan, dan bersama-sama, bukan sendiri-sendiri, membentuk satu Tuhan). Sebelumnya sudah banyak para pemimpin Gereja yang mencoba memasukkan ajaran Platonis dan agama Mesir tentang tiga Tuhan dalam satu. Namun upaya tesebut baru pada tahap adanya tiga unsur atau oknum yang memiliki ikatan satu dengan lainnya.

Ketetapan ketiga oknum: Tuhan, Anak dan Roh Kudus masing-masing dianggap Tuhan setara dan abadi, tidak pernah ada sebelum ditetapkananya Athanasian Creed di abad ke IV, diantaranya :

1. Irenaeus (125-203) menjelaskan bahwa Tuhan tidak sendirian. Selalu ada Firman dan Hikmah bersamanya, Anak dan Roh, yang melaluinya Tuhan menciptakan segala sesuatu secara bebas dan spontan; Gereja, yang walaupun tersebar di seluruh dunia, sampai ke ujung bumi, telah menerima dari para Rasul dan murid-murid mereka keyakinan ini: (Percaya) kepada Tuhan Yang Maha Besar, pencipta Sorga dan bumi dan laut dan segala yang ada di dalamnya; dan dalam satu Kristus, Yesus, Anak Tunggal Allah, yang telah menjadi daging demi keselamatan kita, dan didalam Roh Kudus. Dalam definisi ini jelas sekali bahwa sampai akhir abad II, para pemimpin Gereja dan umat Kristiani masih beranggapan bahwa Allah (Bapa) adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Besar. Yesus hanya dikenal sebagai Anak Allah sebagaimana yang dikampanyekan Paulus.

2. Tertulian (160-230) merupakan yang pertama menggunakan istilah Trinitas. Dia mendefinisikan Trinitas sebagai: “una substantia trepersonae” (satu zat dalam tiga oknum). Dia mengatakan : Marilah kita menjaga misteri ikatan keilahian yang menjelaskan kesatuan dari yang tiga, Bapa, Anak dan Roh Kudus, tiga bukan dalam sari, tetapi dalam tingkatan, bukan dalam zat tetapi dalam bentuk. Menurut Tertullian ketiga oknum, Bapa, Anak, dan Roh Kudus memiliki tingkatan yang berbeda-beda.

3. Origen (185-250) mengajarkan tiga Tuhan dalam Trinitas bertingkat: Bapa lebih besar dari Anak, yang lebih besar dari Roh Kudus. Hanya Bapa satu-satunya Tuhan yang sesungguhnya.
Pertama, bahwa ada satu Tuhan….
Kedua, bahwa Yesus Kristus sendiri….lahir dari Bapa sebelum segala sesuatu dicipta….
Ketiga, bahwa Roh Kudus berkaitan dalam kemuliaan dan kehormatan dengan Bapak dan Anak. Dalam definisinya, Origen menegaskan bahwa Tuhan Allah itu Esa. Kedudukan Yesus adalah dibawah Tuhan Allah (Bapa), dan kedudukan Roh Kudus dibawah Yesus.

PERKEMBANGAN SELANJUTNYA:

Sebelum abad ke IV para pemimpin Gereja disibukkan dengan bagaimana memformulasikan hubungan yang tepat antara Allah dan Yesus. Hubungan tersebut berkisar pada kedudukan Tuhan sebagai Bapak, dan Yesus sebagai Anak Tuhan. Atau hubungan antara Allah sebagai Tuhan yang Mulia, Baka dan Sempurna dengan Logos dari Allah sebagai perantara Tuhan dan manusia.

Oleh karena itu sampai dengan awal abad ke IV para pemimpin Gereja umumnya masih berpendirian bahwa Tuhan Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Kalau pun Yesus sudah mulai dikultuskan, masih dalam koridor Anak Allah atau Logos, dan bukan Tuhan. Keadaan berubah secara drastis ketika Kaisar Romawi, Constantine, menyatakan masuk Kristen tahun 312 M. Masuknya Kaisar ini disambut dengan semangat yang berapi-api oleh umat Kristen saat itu. Kaisar menetapkan Kristen sebagai agama Kerajaan.

Walaupun hal ini disambut dengan gembira, beberapa kalangan saat itu mengkhawatirkannya. Tony Lane menjelaskan kesalahan yang mengerikan ini dalam bukunya Christian Thought hal. 11: Jalan menuju Ketuhan Yesus tidaklah mulus, malah penuh dengan pertumpahan darah. Namun ajaran Trinitas dari agama Mesir dan Babilonia, yang kemudian diidealkan oleh Plato, yang kemudian dianut oleh para pemimpin Gereja, menyebabkan lahirnya bibit-bibit pendukung Trinitas dalam Gereja Kristen. Mereka inilah yang berjuang mati-matian memasukkan ajaran Trinitas kedalam Kristen yang dimulai dengan upaya mempertahankan Yesus. Salah seorang tokohnya adalah Athanasius.

Ketika Constantine menjadi Kaisar Romawi, secara terbuka dia menyatakan diri sebagai pendukung Athanasius yang dianggapnya sesuai dengan latar belakang filsafat Yunani yang dia anut. Untuk menghabisi paham tauhid Arianisme, Kaisar menyarankan istilah “homoousios” yang pengertiannya adalah “Yesus satu zat denqan Allah“. Tony Lane menambahkan dalam bukunya: Kaisar sendiri menganjurkan (penggunaan) kata (homoousios), diduga atas anjuran penasehat spiritualnya…. Kata tersebut dianggap cocok untuk (Gereja) bagian barat sejak Tertullian memperkenalkan Trinitas sebagai oknum dalam satu zat. Athanasius dibesarkan di Mesir, daerah yang sangat subur ajaran Trinitasnya.

Di Mesir penduduk menyembah tiga Tuhan dalam satu: Osiris, Isis dan Horus. Disamping itu, ajaran Filsafat Platonis dan Stoa juga berkembang pesat di Alexandria, dimana Athanasius tinggal mengidealkan Trinitas agama Mesir. Bagi Athanasius yang sudah terbiasa di alam tiga Tuhan, ajaran tauhid para pengikut Kristen saat itu dirasakannya sangat mengganggu. Oleh karena itu arus masuknya para penyembah berhala ke dalam Kristen serta didukung Kaisar Romawi untuk mengawinkan ajaran Kristen dengan ajaran penyembah berhala di kerajaan, dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Athanasius untuk menghabisi ajaran tauhid yang masih bercokol di kalangan Kristen. Menurut filsafat Yunani, walaupun Tuhan sangat ingin menyelamatkan manusia, namun tidak mungkin langsung dapat melakukannya. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menggunakan perantara yakni Logos.

Karena pemimpin Gereja menginginkan Yesus sebagai Logos, sehingga Yesus selanjutnya harus menduduki posisi Logos. Inilah yang diperjuangkan oleh Athanasius agar Yesus menduduki posisi baru sebagai Logos penyembah berhala yang akan menjalankan fungsi Anak Tuhan dan Juru Selamat. S.E.Frost Jr. dalam bukunya Basic Teachinq of the Great Philosophers ha1.110 menjelaskan: Tuhan sebagaimana paham filsafat Platonis dianggap suci, mulia dan sempurna. Oleh karena itu diangap penting untuk memperkenalkan perantara, yakni Logos (Firman), untuk menciptakan jagat raya. Beberapa ahli pikir kemudian menganggap Logos ini adalah Kristus (Yesus).

Bibit ide Ketuhanan Yesus 

Ide tentang Anak Tuhan ini merupakan hal yang lumrah di masyarakat Yahudi. Mereka menganggap bahwa bangsa Israel adalah “Anak-anak Tuhan”. Bagi mereka istilah “Anak Tuhan” bukan untuk individu. “Anak-anak Tuhan” dalam pengertian individu merupakan paham penyembah berhala yang menganggap bahwa Tuhan beranak di dunia. (Tillich 1968).

Drapper dalam bukunya Conflict between Religion and Science menceritakan bahwa Plato lahir di Athena tahun 429 SM. Ibunya adalah Paraction yang bertunangan dengan Arus. Namun sebelum mereka menikah, Paraction telah dihamili oleh Tuhan Apollo yang merupakan “Roh Kudus” dalam ketuhanan bangsa Yunani. Tuhan Appolo mengancam Arus untuk menghormati Roh Kudus dan tidak mendekati Paraction yang telah dihamilinya. Oleh sebab itu Plato di sebut “Anak Tuhan”. Pythagoras yang lahir tahun 575 SM yang dianggap lahir tanpa ayah, juga disebut “Anak Tuhan“.

Paulus yang menganggap Yesus lahir melalui intervensi Roh Kudus, memperkenalkannya kepada para penyembah berhala di kerajaan Romawi sebagai “Anak Tuhan (Allah)”.

Jawab malaikat itu kepadanya: `Roh Kudus akan turun atasmu dan Kuasa Allah yang Maha Tinqqi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan akan disebut kudus, Anak Allah” (Lukas 1:35).

Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah” (Kisah Para Rasul 9:20).

Sebenarnya yang mengangkat Yesus sebagai Tuhan berasal dari orang-orang Kristen itu sendiri, seperti contohnya di Indonesia dimana Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) melencengkan terjemahan “Kyrios” dan “Lord” dalam Injil. Sekarang logikanya saja, untuk apa Allah membuat Tuhan???

Dalam agama Tauhid pernyataan ini tidak ada jawabannya. Tetapi bagi penyembah berhala Platonis dan Stoic, Tuhan yang mulia harus membuat Logos untuk menyelamatkan dunia yang berdosa. Dalam Alkitab dengan jelas dapat dibedakan. Kalau ayatnya mengatakan Allah Juru selamat kita, berarti itu adalah sisa-sisa yang masih terdapat dalam Alkitab. Tetapi kalau ayatnya mengatakan Yesus Juru selamat kita berarti ajaran penyembah berhala telah merasuk dalam Alkitab.

Namun yang ingin dijelaskan disini adalah bagaimana Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan Alkitab sehingga lahirlah terjemahan ayat seperti yang diperlihatkan oleh Hamran Ambrie. Pada saat Lembaga Alkitab Internasiaonal menerjemahkan Alkitab bahsa Yunani kedalam bahasa Inggris, kata “Kyrios” yang berarti “Tuan/Boss” diterjemahkan menjadi “Lord” atau “Sir” yang juga berarti “Tuan/Boss“.

Misalnya : 
Land Lord = Tuan Tanah,
Drug Lord = Tuan/Boss Obat terlarang,
Gambling Lord = Tuan/Boss Judi
Lord of the Universe = Tuan Alam Semesta (Tuhan).

Namun Lembaga Alkitab Indonesia bukannya menerjemahkan “Kyrios” dan “Lord” sebagai “Tuan” tetapi “Tuhan“. Memang untuk ini, LAI tidak perlu bekerja membanting tulang. Cukup dengan membubuhkan huruf “h” di tengah-­tengah kata “Tuan” maka sim salabim, seorang makhluk dalam sekejap berubah menjadi Khalik (Pencipta). Dengan cara ini Lembaga Alkitab Indonesia dengan sengaja telah merubah Yesus “Tuan/Pemimpin umat Israel menjadi “Tuhan yang olehnya segala sesuatu telah dijadikan”, persis seperti Logos penyembah berhala Platonis.

Terjemahan yang dipaksakan ini akhirnya menjadi janggal di telinga mereka yang mendengarnya. Apalagi ketika kata “Tuhan” diterapkan kembali ke pasangan kata seperti diatas, maka artinya menjadi lain.
Land Lord tentu sudah tidak sama dengan Tuhan Tanah.

"Gambling Lord tentu sudah tidak sama dengan Tuhan Judi".

Kalau Lord of the Universe dapat saja berarti Tuan atau Tuhan, karena Tuan semesta alam adalah Tuhan. Disinilah letak ketidak-jujuran Lembaga Alkitab Indonesia dalam menerjemahkan Alkitab dengan benar. Sebagaimana diketahui, kata Tuan digunakan untuk manusia, terkecuali Tuan semesta alam adalah Tuhan. Tetapi kata “Tuhan” sudah jelas tidak digunakan untuk manusia, terkecuali bagi para penyembah berhala.

Perhatikanlah kejanggalan terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia atas kata “Kyrios” dan “Lord” yang diterjemahkan sebagai Tuhan:

“Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam…” (Yohanes 4:11)
“Tuhan, nyata sekarang padaku bahwa Engkau seorang Nabi” (Yohanes 4:19)
“Siapakah Engkau, Tuhan?” (Kis. 9:5)

Coba bayangkan, untuk apa timba bagi Tuhan? Yang perlu timba hanyalah manusia! Selanjutnya, dari mana perempuan Samaria tahu bahwa yang perlu timba dihadapannya adalah Tuhan Penguasa Alam Semesta?... Sungguh aneh, untuk “memberi makan 5.000 orang” Tuhan mampu, sementara untuk memperoleh seteguk air saja, Tuhan harus menunggu diberi timba.

Perhatikanlah ayat berikut ini (Yohanes 4:11) dalam teks bahasa Inggris di berbagai versi Alkitab :

1. “Sir,” the woman said, ‘you haven’t got a bucket…” (Good News Bible, 1976)
2. “The woman saith unto him, Sir, thou hast nothing to draw with…” (Holy Bible Authorized King James Version)
3. “Sir” she challenger him, “You do not have bucket…” (The New Testament of the New American Bible, 1970)
4. “She said to him: “Sir, you have not even a bucket…” (The Kingdom Interlinear Translation of The Greek Scroptures, 1985)
5. “The woman said to Him, “Sir, you have nothing to draw with,…” (New Tastament, Psalms, Proverbs, 1982)
6. “The woman saith unto him, Sir, thou hast nothing to draw with…” (The First Scofield Reference Bible, 1986) 

Dari ayat-ayat yang dikutip dari berbagai versi Alkitab bahasa Inggris diatas, nyata dan jelas bahwa penggunaan kata Sir adalah identik dengan kata Lord yang artinya Tuan, bukan Tuhan (God)!

Perlu disadari bahwa tidak ada satu pun kamus bahasa inggris di muka bumi ini yang menerjemahkan kata “Sir” sabagai “Tuhan“! Dalam Yohanes 4:19, perempuan Samaria tersebut menyebut Tuhan sebagai orang yang artinya menyamakan Tuhan Pencipta (Khalik) dengan yang dicipta (makhluk). Padahal dalam berbagai versi Alkitab berbahasa Inggris Yesus dalam ayat ini disapa dengan Sir atau Tuan, bukan Tuhan!.

Yang lebih aneh lagi adalah pertanyaan Paulus dalam Kis.95. “Siapa Engkau, Tuhan?”. Kalau Paulus benar-benar bertanya demikian, kita tentu wajar mempertanyakan: Apakah Paulus sudah pikun atau tidak waras?“. Lucu amat Paulus sebagai pendiri agama Kristen tidak tahu dan masih bertanya siapa Tuhannya. Ini sungguh keterlaluan!

Tetapi kalau kata “Kyrios” atau “Lord” diterjemahkan dengan kata “Tuan“, kan enak dan pas dibaca, contoh:

“Tuan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam…” (Yohanes 4:11),
“Tuan, nyata sekaranq padaku bahwa Engkau seoranq Nabi” (Yohanes 4:19),
“Siapakah Engkau, Tuan?” (Kis. 9:5).

Camkanlah istilah tepat yang digunakan Yesus untuk dirinya sendiri:

Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias (Yesus)” (Matius 23:10)
Kalau memang Yesus adalah Tuhan tentu beliau akan berkata:
Janganlah pula kamu disebut Tuhan, karena hanya satu Tuhanmu yaitu diriku (Yesus)

Oleh karena itu sangat menyedihkan betapa tokoh besar seperti Hamran Ambrie bisa keliru dan disesatkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Padahal maksud ayat tersebut adalah: “Allah menjadikan Yesus sebagai tuan/pemimpin dan rasul untuk Bani Israil“.

Pada Konsili di Konstantinopel yang diselenggarakan dari bulan Mei s/d Juli 381M. Konsili ini dapat dikatakan Konsili para pemimpin Capadocian yang mendukung Trinitas. Gregory dari Nazianzus (329-389M), yang merupakan tokoh Capadocian memperkenalkan formula Trinitas dalam bukunya “Five Theological Oration“, hal. 39: Kesatuan Tuhan itu adalah satu dalam tiga dan ketiganya adalah satu. Dia memainkan peranan penting dalam menggolkan ajaran Trinitas dalam konsili. Kaisar Theodorius yang merupakan pendukung Ketuhanan Yesus ingin sekaligus menghabisi paham Tauhid Arius. Dalam konsili inilah untuk pertama kali dinyatakan bahwa Roh Kudus harus disembah.

Walaupun dalam Konsili ini Roh Kudus dinyatakan sebagai obyek yang disembah, tetapi belum dinyatakan sebagai Tuhan. Konsili ini juga dihadiri oleh 36 Uskup Macedonia yang menentang keras segala bentuk penyembahan terhadap Roh Kudus. Mereka berpendirian bahwa Roh Kudus hanyalah mahluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu dia bukan Tuhan, sehingga tidak perlu disembah. Namun karena para uskup Capadocia jumlahnya lebih banyak sehingga para uskup Macedonia kalah. Dalam penentuan apakah Roh Kudus adalah Tuhan atau tidak, bantahan mereka masih didengar. Namun ketika para uskup Capadocia ngotot untuk menyembah Roh Kudus, akhirnya para uskup Macedonia menyerah dan meninggalkan ruangan konsili (walk out).

Sekitar tahun 359-360M ketika Athanasius didesak untuk menghadapi kelompok Tropici dari Mesir yang mengajarkan bahwa Roh Kudus hanya sekedar makhluk yang diciptakan dari tidak ada menjadi ada. Uskup mereka, Serapion, yang tidak mampu menghadapi mereka meminta tolong pada Athanasius. Dalam suratnya “Letter to Serapion“, Atahnasius untuk pertama kalinya menjelaskan secara detail tentang Teologi Trinitas. Athanasian Creed ini bukanlah sebuah kredo dan juga tidak ditulis oleh Athanasius. Gereja yang tidak tahu siapa penulis Athanasian Creed, menganggapnya di tulis oleh Athanasius hanya karena dia dianggap sebagai pencipta ajaran Trinitas. Athanasian Creed yang diperkirakan ditulis pada abad ke VI menetapkan sesuatu yang dapat dianggap sebagai formulasi dan definisi akhir dari Trinitas.

Ketetapan penting yang tercantum dalam Kredo ini adalah diumumkannya S.K. Ketuhanan Roh Kudus : Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan tetapi hanya satu Tuhan. Berbagai kredo yang dihasilkan oleh konsili bukan merupakan penjelasan atau konfirmasi dari Allah atau Yesus tentang siapa Tuhan sebenarnya, melainkan sekedar pertarungan antar pendapat yang selalu dimenangkan oleh kelompok yang didukung Kaisar. Hal ini dijelaskan oleh Uskup John Shelby Spong dalam bukunya: Why Christian must Change or Die, 1998, hal 18 : Tujuan dari setiap kredo (yang dihasilkan di setiap konsili) bukan untuk menjelaskan siapa sesungguhnya Tuhan, tetapi sekedar untuk menyingkirkan pendapat yang tidak sejalan (dengan yang dianut Kerajaan dan Gereja).

Oleh karena itu Yesus tidak punya urusan dengan ajaran maupun definisi Trinitas sebagaimana yang dianut oleh umat Kristiani saat ini. Yesus tidak pernah mengajarkan Trinitas kepada murid-muridnya, apalagi bermimpi bahwa dirinya adalah oknum kedua dari Trinitas. Hal ini ditegaskan oleh A.N.Wilson dalam bukunya Jesus A Live, 1992, hal XIV: Saya harus mengakui bahwa memang mustahil untuk mempercayai bahwa orang suci dari Galilea di abad I (Yesus) pernah sekali saja dalam hidupnya merasa dirinya sebagai oknum kedua dari Trinitas.

bacaEinstein Bingung, Tuhan Mengambil Bentuk Seperti Manusia

**Platonisme : ajaran filsafat Plato yang menganggap bahwa benda sebenarnya tiruan dari ide dan hanya ide yang patut diselidiki oleh akal budi.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © Mei 2017. misteri ilahi - Rendy Ananda Aceda
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Frida Satriani Aceda Blogger